Didapatkan informasi bahwa pada minggu yang lalu dilaporkan sebanyak 57 ekor sapi ditemukan mati mendadak di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dinas peternakan Kabupaten Timor Tengah Selatan saat melakukan identifikasi menyatakan bahwa kematian ternak di Kecamatan Mollo Utara tersebut dipicu oleh bakteri SE. Ternak yang mati tersebut merupakan sapi yang dipelihara di padang penggembalaan atau tidak dikandangkan, sehingga mengalami kesulitan dan melakukan vaksinasi pada ternak tersebut.
Penyakit Septicaemia Epizootica (SE)/Haemorraghic Septecaemia (HS) atau disebut juga penyakit ngorok adalah penyakit yang menyerang hewan sapi atau kerbau, bersifat akut dengan mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Kerugian akibat penyakit ini cukup besar. WIRYOSUHANTO (1993) melaporkan bahwa kemgian ekonomi akibat penyakit ini pada sapi dan kerbau di Indonesia mencapai Rp 16,2 milyar pada tahun 1987. Kasus penyakit SE biasanya dilaporkan sebagai kematian hewan dalam waktu singkat.
Dalam pengamatan, hewan mengalami peningkatan suhu tubuh, oedema submandibular yang dapat menyebar ke daerah dada, dan gejala pernafasan dengan suara ngorok atau keluarnya ingus dari hidung.
Umumnya, hewan kemudian mengalami kelesuan atau lemah dan kematian.
Morbiditas dan mortalitas penyakit dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan interaksinya. Umur hewan, endemisitas penyakit di daerah, paparan penyakit sebelumnya, kekebalan yang terbentuk sesudahnya, tingkat kekebalan kelompok merupakan faktor-faktor penting. Adanya mobilitas ternak di daerah memungkinkan timbulnya daerah-daerah tertular baru. Hal ini dapat diatasi dengan meningkatkan coverage vaksinasi. Pulau Lombok dengan pola coverage vaksinasi 100% selama 3 tahun berturut, dapat dibebaskan dari SE pada tahun 1985.
Sumber: DISNAK JATIM